POSISI DEVISA NETTO (NET OPEN POINT)
Oleh :ArowadiLubis[1]
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menerangkan
bahwa secara umum bank dapat dibagi dua. Jenis bank yang pertama disebut dengan
bank umum (comercial bank), dan bank
jenis bank yang kedua adalah bank perkreditan rakyat (rural bank). Kedua jenis bank ini memiliki persamaan dan perbedaan
satu sama lain. Kedua jenis bank sama-sama memiliki fungsi intermediasi antara
pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus
unit) dengan pihak yang kekurangan dana (deficit
unit). Di sisi lain, bank umum memiliki kewenangan untuk melakukan
aktifitas giral sedangkan bank perkreditan rakyat tidak diperkenankan oleh
otoritas moneter (bank sentral) utuk melakukan aktifitas giral. Hal inilah yang
memberdakan kedua jenis perbankan yang beroperasi di indonesia.
Sesungguhnya pembagian tadi baru menggunakan
satu pendekatan. Artinya, ada pendekatan lain yang dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan jenis-jenis perbankan yang ada di Indonesia. Pendekatan yang
digunakan adalah dapat berupa break down dari
pengklasifikasian pertama diatas maupun sebelum di break down. Sebelum di break
down bank masih dapat dibagi berdasarkan dasar hukum yang digunakan yakni
bank konvensional dan bank syari’ah. Bank konvensional hanya didasarkan pada
hukum positif yang berlaku di indonesia, sedangkan bank syari’ah didasarkan
pada hukum positif dan hukum syara’ (syari’ah islam). Setelah menggunakan
pendekatan ini, maka klasifikasi jenis bank yang beroperasi di indonesia
menjadi lebih luas, yakni terdiri dari bank umum konvensional, bank umum
syari’ah, bank perkreditan rakyat konvensional (BPR) dan bank pembiayaan rakyat
syari’ah (BPRS).
Setelah di break
Down , salah satu jenis bank diatas yaitu bank umum (baik konvensional
maupun syari’ah) masih dibagi lagi dengan menggunakan beberapa pendekatan. Pendekatan
yang pertama adalah berdasarkan kepemilikan bank umum. Setidaknya dengan
menggunakan pendekatan ini, jenis bank umum di indonesia ada enam. Pendekatan
inilah yang sering digunakan oleh bank indonesia untuk mengklasifikasikan bank
umum seperti dalam statistik perbankan indonesia. Jenis-jenis bank umum
tersebut adalah:
1. Bank Umum Pesero (State Owned Bank)
2. Bank Umum Swasta Nasional Devisa (Foreign Exchange Comercial Bank)
3. Bank Umum Swasta Nasional Devisa (Non-Foreign Exchange Comercial Bank)
4. Bank Pembangunan Daerah (Regional Development Bank)
5. Bank Campuran (Joint Venture Bank)
6. Bank Asing (Foreign
Owned Bank)
Perlu diingat kalau keenam jenis bank ini
semuanya adalah jenis bank umum melakukan fungsi intermediasi, memberikan
jasa-jasa perbankan yang lain dan melakukan aktifitas dalam jasa lalu lintas
giral. tetapi, ketika menggunakan satu pendekatan lagi, maka akan ada perbedaan
lagi antara beberapa jenis bank umum diatas dengan beberapa jenis yang lain.
Pendekatan yang terakhir dalam pembahasan ini adalah berdasarkan jenis mata
uang yang dikelola oleh bank umum dalam kegiatan usahanya. Dengan menggunakan
pendekatan ini, maka bank umum hanya akan dibagi dua, yakni bank umum yang
mengelola mata uang dalam negeri (rupiah) dan mata uang asing (valas). Bank
umum jenis pertama inilah yang disebut dengan bank umum devisa. Disisi lain, ada
bank umum yang tidak mengelola mata uang asing (valas), tetapi hanya mengelola
mata uang dalam negeri. Bank umum tipe kedua inilah yang disebut dengan bank
umum non-devisa.
Dua tipe bank yang terakhir ini tentunya
memiliki pendekatan menajemen yang berbeda juga. Bank umum non-devisa cenderung
memiliki veriabel perhitungan yang lebih sederhana dibandingkan dengan bank
umum devisa. Sehingga manajemennya juga cenderung lebih sederhana. Sederhana
maksudnya disini, pertimbangan yang digunakan dalam mengambil kebijakan
manajemen tidak serumit bank devisa karena hanya melibatan satu mata uang.
Tetapi tentunya keputusan yang diambil juga harus dengan pertimbangan yang
matang. Diliat dari sisi bank devisa, akan terjadi hal yang sebaliknya.
Pengelolaan bank membutuhkan manajemen yang lebih complete tetunya. Bank harus tau betul bagaimana mengelola asetnya yang
berbentuk rupiah maupun yang berbentuk valuta asing.
Pembahasan dalam tulisan ini terkait dengan
manajemen bank devisa diatas. Manajemen yang dimaksud tepatnya tentang
manajemen valuta asing bank. Lebih spesifiknya pembahasannya akan terfokus pada
posisi devisa netto (PDN) atau dikenal juga dengan net open point (NOP) bank umum devisa. Pembahasan akan dimulai
dengan pengertian, dilanjutka dengan pembahasan urgensi PDN bagi bank umum devisa, jenis-jenis PDN,
cara perhitungan PDN, dan terakhir dibahas pengaruh PDN terhadap kebijakan
valuta asing bank.
BAGIAN II . PEMBAHASAN
A. Pengertian Posisi Devisa Netto (PDN) Bank
Devisa
Posisi Devisa
Netto (PDN) adalah penjumlahan
penjumlahan nilai absolit dari selisih bersih aktiva dan passiva dalam
neraca untuk setiap valuta asing ditambah dengan selisih bersih tagihan dan
kewajiban baik yang merupakan komitmen maupun kontinjensi dalam rekening
administratif untuk setiap valuta asing yang dinyatakan dalam rupiah.[2]
PDN utuk neraca adalah angka yang merupakan penjumlahan nilai absolute dari
selisih bersih aktiva dan passiva dalam neraca untuk setiap valuta asing yang
semuanya dinyatakan dalam rupiah. Sedangkan rekening administratif yang
dimaksud adalah rekening yang dapat menimbulkan tagihan dan/atau kewajiban di masa
yang akan datang yang merupakan komitmen dan kontinjensi melalui transaksi
valas yang mencakup spot, forward, option, dan future yang
diterbitkan writer, keuntungan atau kerugian margin trading yang
belum diselesaikan, garansi yang
diberikan dan L/C setelah dikurangi margin deposit serta produk-produk
lain sejenis terhadap penduduk maupun bukan penduduk. Untuk pos penjaminan
administratif berupa penjaminan dan asuransi tidak dimasukkan dalam perhitungan
PDN.[3]
Bank Indonesia
selaku pemegang otoritas moneter menetapkan bahwa bank umum devisa wajib
mengelola dan memelihara PDN pada akhir hari kerja dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Secara keseluruhan setinggi-tingginya 20% dari
modal, dan
2. Untuk neraca setinggi-tingginya juga 20% dari
modal.
Selain memelihara dan mengelola PDN pada akhir
hari kerja, bank wajib memelihara dan mengelola PDN setia saat paling tinggi
20% dari modal.[4]
B. Urgensi PDN Bagi Bank Umum Devisa
Kegiatan usaha
bank tidak terlepas dari risiko. Salah satu risiko yang dihadapi bank adalah
risiko pasar, dimana risiko pasar adalah risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement)
dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan Bank. Variabel
pasar dalam hal ini adalah suku bunga dan nilai
tukar.[5] Pengelolaan risiko ini
membutuhkan suatu manajemen risiko yakni serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan
untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang
timbul dari kegiatan usaha Bank.[6]
Urgensi
PDN terletak pada kegiatan usaha bank dalam memanajemen risiko yang mungkin
timbul, yakni risiko pasar, khususnya risiko akibat risiko yang timbul karena
adanya pergerakan nilai tukar. Prosesnya sederhana, yakni menyesuaikan PDN
dengan kewajiban penyedian modal minimum bank yang telah mempertimbangkan
risiko pasar. Hal inilah yang akhirnya melahirkan kebijakan bank indonesia yang
mentapkan PDN bank umum devisa sebesar maksimum 20% dari modal yang dimiliki
oleh bank devisa baik di akhir hari kerja maupu setiap harinya.
Dengan
ditetapkannya PDN sebagai sesuatu yang urgen dalam kegiatan usaha bank (bank
devisa), maka pelanggaran terhadap ketentuan PDN akan dikenakan sanksi oleh
bank indonesia. Sanksi yang diberikan dapat berupa sanksi administratif dalam
bentuk teguran tertulis, atau dapat mempengaruhi penilain tingkat kesehatan
bank dan pembekuan kegiatan usaha tertentu.[7]
C. Jenis-jenis PDN Bank Devisa
Dalam defenisi
PDN di atas, dijelaskan bahwa PDN adalah nilai absolute dari selisih valas di
aktiva dan passiva pada neraca dan selisih tagihan dan kewajiban baik yang
berupa komitmen dan kontijensi pada rekening administratif. Karena dasar
perhitungannya adalah menggunakan selisih (pengurangan), maka kemungkinan
hasilnya hanya ada tiga, kemungkinan yang pertama adalah selisih plus,
kemungkinan kedua selisih nol dan kemungkinan yang ketiga adalah selisih
negarif.
Dari tiga
kemungkinan ini, dapat diambil kesimpulan bank kemingkinan dari PDN juga ada
tiga. Ketika selisihnya plus, maka PDN bank devisa tertentu disebut berada
dalam posisi long. ketika mempunyai selisih negatif, maka PDN bank disebut berada dalam posisi short.
Terakhir, ketika selisihnya adalah nol (valas yang berada di aktiva dengan
passiva sama pada neraca , atau valas yang ada pada tagihan dan kewajiban juga
sama pada rekening administratif), maka PDN bank yang bersangkutan berada pada
posisi square. Kesimpulannya, PDN bank devisa kemungkinannya ada tiga,
yakni long, short, dan square.
D. Cara Perhitungan PDN Bank Devisa
Perhitungan
yang digunakan untuk mengetahui PDN suatu bank devisa kata kuncinya adalah
selisih (pengurangan). Tetapi, tetap saja melibatkan penjumlahan. Proses
perhitungan PDN dimulai dengan melakukan perhitungan pada neraca dan rekening
administratif. Perhitungan pada neraca dimulai dengan menjumlahkan seluruh
aktiva valas, menjumlahkan seluruh passiva valas, kemudian mengurangkan sisi
aktiva dengan passiva. Perhitungan pada sisi rekening administratif dilakukan
dengan menjumlahkan semua seluruh tagihan valas, menjumlahkan kewajiban valas,
kemudian mengurangkan sisi tagihan dengan kewajiban. Terakhir, hasil
perhitungan pada neraca dijumlahkan dengan hasil perhitungan pada rekening
administratif. Hasil akhir inilah yang menentukan PDN bank devisa secara
keseluruhan.[8]
Dari penjelasan
tadi kita dapat membuat suatu formula tertentu tentang PDN bank devisa, yaitu:
|
PDNt
= PDN Keseluruhan
PDNn = PDN Rekening Neraca
PDNa : PDN Rekening Administratif
Va : Rekening Valas Pada Sisi Aktiva
Vp : Rekening Valas Pada Sisi Passiva
Vt : Rekening Valas Pada Sisi Tagihan
Vk : Rekening Valas Pada Sisi Kewajiban
E. Pengaruh PDN Terhadap Kebijakan Valuta Asing
Bank
Pengelolaan PDN
suatu bank umum devisa mempunyai umumnya mempunyai dua maksud. Maksud yang
pertama adalah memenuhi ketentuan aspek legal formal. Hal ini juga sebenarnya
termasuk risiko bank, yakni risiko legal formal atau risiko hukum. Pengelolaan
PDN tidak berimplikasi pada kesadaran bank dalam aktifitasnya sehingga tidak
menyalahi hukum yang berlaku secara sengaja. Dengan demikian, bank akan
terhindar dari berbagai macam sanksi yang mungkin terjadi.
Maksud yang
kedua adalah sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan bank. Dalam
pengambilan kebijaksanaan bank harus tau betul semua aspek yang menjadi
kelebihan dan kekurangannya serta peluang dan ancaman yang mungkin terjadi. PDN
adalah salah satu unsur internal bank yang bisa menyebabkan dua impikasi bagi
bank ketika terjadi perubahan eksternal. Dalam hal ini, perubahan eksternal
yang paling dominan adalah perubahan atau pergeseran kurs valuta asing. Dua
implikasi yang dimaksud adalah potensi keuntungan atau kerugian yang harus
ditanggung bank ketika terjadi pergeseran kurs valuta asing yang dikelola bank.
Peribahan kurs
kemungkinannya ada dua, yakni naik atau turun. Masing-masing PDN bank mempunyai
Impikasi yang berbeda-beda ketika terjadi apresiasi atau depresiasi valuta
asing. Implikasi ini terjadi ketika valuta asing yang dikelola oleh bank
dinyatakan dalam mata uang dalam negeri (rupiah). Ketika bank ada pada posisi long, bank
akan mengalami kerugian ketika terjadi depresiasi. Demikian sebaliknya
akan mengalami keuntungan ketika terjadi apresiasi. Demikian juga ketika
suatu bank PDN-nya ada pada posisi short, akan mengalami keuntungan
ketika terjadi depresiasi dan akan mengalami kerugian ketika terjadi apresiasi.
Ketika bank ada pada posisi square, bank tidak akan terpengaruh oleh
perubahan kurs mata uang asing.
Dengan
demikian, pihak manajemen, dalam hal ini ALCO atau mungkin Dealer akan
menyesuaikan PDN-nya ketika diperkirakan akan terjadi depresiasi atau apresiasi.
Tujuannya, agar bank tidak mengalmi kerugian ketika fenomena tadi tejadi, atau
kalau harus mengalami kerugian, kerugian yang dialami bank baru pada sebatas
kerugian yang minimal dan terkendalikan. Demikian, PDN sangat berpengaruh
terhadap kebijakan valuta asing yang diambil oleh bank sehingga keuntungan
dapat di optimalkan dan risiko dapat dikendalikan.
BAGIAN III . PENUTUP
A. Kesimpulan
Bank umum
devisa adalah bank yang mempunyai pola manajemen yang lebih rumit dibanding
dengan bank umum non-devisa. Hal ini disebabkan oleh mata uang yang dikelola
oleh bank tidak hanya mata uang dalam negeri, tetai sekaligus (secara
bersamaan) harus mengelola beberapa mata uang asing. hal ini sekaligus menambah
risiko yang dialami bank umum devisa yakni risiko pasarnya tidak hanya risiko
inflasi, tetapi juga risiko perubahan (pergeseran) kurs valuta asing.
Dengan
demikian, bank harus daat menentukan posisi devisa netto (PDN) dengan dua
tujuan, yaitu untuk menghindari risiko legal formal dan untuk menentukan
kebijakan yang harus diambil oleh bank dalam pengelolaan valuta asing. Dimana,
tujuan akhir dari kebijakan yang diambil adalah optimalisasi keuntungan bank
dan pengendalian risiko yang mungkin terjadi yang akan menimbulkan kerugian
bagi pihak bank.
[1]Mahasiswa STEI HamfaraJurusanKeuangandanPerbankanSyari’ah 06.23.012
[2] Bank Indonesia. 2009. Booklet
Perbankan. Hal. 107
[3] Lampiran V Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 140/PMK.010/2009. Tentang Pembinaan dan
Pengawasan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
[4] Bank Indonesia. Op. Cit.
Hal. 107
[6] Ibid
[7] Bank Indonesia, Op. Cit.
Hal. 107.
[8] Pembahasan ini dirumuskan
penulisan dari sesi perkuliahan ALMA dan Peraturan bank indonesia tentang
posisi devsa netto bank umum devisa.
Comments
Post a Comment