Oleh : Arowadi Lubis[1]
BAGIAN I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seorang pemikir ekonomi klasik yakni
John Baptise Say mengatakan “supply will
create its own demand”. Pernyataan inilah yang selanjutnya disebut dengan Say.Dengan
dasar hokum ini, seorang pemikir ekonomi klasik asal prancis yakni Francois
Quiesney membuat sebuah bagan yang dikenal dengan bagan alir ekonomi.Bagan ini
menggambarkan arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Sisi yang lain menggambarkan aliran factor
produksi dari konsumen ke konsumen. Dilihat dari sisi
sebaliknya, berarti ada
aliran pendapatan dari konsumen ke produsen sebagai harga dari barang dan jasa
di pasar barang dan ada aliran pendapatan dari produsen ke konsumen sebagai
harga dari factor produksi di pasar factor produksi[2].
Apa sesungguhnya makna dari hokum Say
yang menyatakan bahwa penawaran akan menghasilkan permintaannya sendiri.
Deliarvov dalam bukunya sejarah pemikiran ilmu ekonomi menyatakan bahwa hokum Say
bermakna bahwa berapapun barang yang diproduksi, pasti akan terbeli.Lantas,
darimana konsumen memperoleh pendapatan untuk membeli barang dan jasa di pasar
barang?Perlu diingat bahwa kegiatan produksi memiliki dua implikasi yakni
menghasilkan alat pemuas kebutuhan (barang dan jasa) serta menciptakan
penghasilan bagi konsumen. Implikasinya semakin tinggi tingkat produksi, maka
semakin tinggi pula kuantitas barang dan jasa yang ditawarkan, serta semakin
tunggi juga pendapatan yang akan diperoleh konsumen[3].
Pernyataan yang menerangkan bahwa
kegiatan produksi akan berimplikasi pada peningkatan penawaran barang dan jasa
tentu sangatlah mudah untuk difahami. Tetapi, bagaimana kegiatan produksi dapat
menciptakan pendapatan bagi konsumen?Teori ekonomi mikro menjelaskan bahwa
kegiatan produksi memerlukan yang namanya factor produksi. Factor produksi
terdiri dari tenaga kerja, bahan baku, modal, lahan, dan kewirausahaan. Semua
factor produksi tadi disediakan oleh konsumen. Dengan kata lain, produsen harus
membeli factor produksi tadi kepada konsumen. Tenaga kerja akan dibayar dengan
gaji (wage), bahan baku akan dibayar
dengan harga tertentu dan akan menghasilkan keuntungan (profit) bagi konsumen, modal memberikan penghasilan berupa bunga (interest), lahan dan bangunan
memberikan penghasilan berupa sewa (rent),
dan kewirausahaa memberikan penghasilan berupa keuntungan (profit). Inilah dasar teori bagaimana
kegiatan produksi dapat menghasilkan pendapatan bagi nsumen[4].
Apa kesimpulan sementara yang dapat
diperoleh dari penjabaran diatas? Penwaran akan menciptakan permintaannya
sendiri bermakna bahwa berapapun barang yang diproduksi, pasti akan terbeli.
Kegiatan produksi pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan konsumen
(masyarakat). Dengan demikian, semakin tinggi tingkat produksi akan semakin
tinggi pula tingkat pendapatan masyarakat. Dengan kata lain, kenaikan tingkat
pendapatan berarti adanya perbaikan pada tingkat kesejahteraan masyarakat.
Sehingga, kesejahteraan akan dapat dicapai hanya dengan cara meningkatkan kuantitas
produksi secara umum[5].
Lantas, bagaimana caranya meningkatkan produksi?
Kegiatan peningkatan kuantitas dan
kualitas produksi tentunya akan membutuhkan peningkatan kuantitas dan kualitas
sumber daya (factor produksi) yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi pula.
Artinya, akan ada peningkatan kebutuhan akan tenaga kerja, bahan baku, modal,
lahan, dan kewirausahaan. Apa yang harus
dilakukan untuk meningkatkan sumber daya tadi? Kegiatan untuk meningkatkan
sumber daya inilah yang sesungguhnya disebut sebagai kegiatan investasi.
Pengertian investasi ini adalah pengertian investasi yang paling dasar, karena
nanti pengertian investasi akan mengembang, sesuai dengan sarana investasi yang
digunakan ataupun sector investasi yang dituju[6].
Dari pembahasan diatas, tentu sudah
dapat dilihat betapa pentingnya kegiatan investasi dalam perekonomian. Karena,
kalau diambil alur hubungan berdasarkan pembahasan diatas, tinggi rendahnya
tingkat investasi pada akhirnya akan menentukan kesejahteraan masyarakat.
Walaupun akan ada berbagai macam variable yang lainnya. Tapi dalam pembahasan
ini dibatasi hanya variable investasi saja yang berubaha, sedangkan variable
yang lain dianggap tetap (cateris
paribus).
Mengingat urgensi dari kegiatan
investasi dalam perekonomian, perlu diusahakan (oleh pemerintah maupun
masyarakat) agar kegiatan investasi senantiasa berjalan dengan stabil (lancar)
dalam jangka pendek, dan mengalami peningkatan dalam jangka panjang.Implikasinya,
perlu selalu dijamin agar kegiatan investasi brejalan dengan benar, dan perlu
difahami factor apa saja yang menentukan investasi. Mengapa? Dengan mengetahui
pola investasi yang benar (efektif dan efisien), diharapkan akan diperoleh
keuntungan yang optimal dari kegiatan investasi, dan dapat dikendalikan risiko
yang memang bersifat melekat (inheren)
pada kegiatan investasi. Kedua, pengetahuan akan factor-faktor yang menentukan
investasi juga tidak kalah penting dengan yang pertama, mengapa? Karena dengan
mengetahui factor apa saja yang menentukan investasi, akan dapat diramalkan
secara lebih tepat pengaruh perubahan variable-variabel tersebut terhadap
kegiatan investasi[7].
Dalam kegiatan investasi dapat
disimpulkan bahwa instabilitas dalam kegiatan investasi dapat disebabkan dua
hal.Pertama, kegiatan investasi tidak dilaksanakan dengan benar.Kedua,
kesalahan dalam mengidentifikasi factor yang menetukan investasi, sehingga
terjadi kesalahan dalam mengambilkan keputusan penyesuaian (adjustment) terhadap perubahan factor luar. Dengan demikian,
sesuai dengan alur pembahasan diatas, instabilitas investasi akan menurunkan
tingkat kesejahteraan umum dalam sebuah Negara.
Pola investasi ala berkebun emas merupakan
langkah investasi yang terhitung baru, artinya pola investasi ini sesungguhnya
belum teruji apakah merupakan pola investasi yang benar (sesuai dengan hakikat
investasi), dan sejauh mana pengaruh perubahan factor penentu investasi
terhadap pola investasi baru ini. Disinilah penulis menemukan ada dua masalah.
Pertama, apakah pola investasi ala berkebun emas merupakan kegiatan investasi
yang benar, baik dilihat dari hakikat investasi yang sesungguhnya maupun
didasarkan pada syari’at islam. Kedua, sejauh mana pengaruh perubahan factor
penentu investasi terhadap pola investasi ala berkebun emas[8].
Dalam kesempatan ini, penulis untuk
membahas masalah yang pertama, yakni apakah pola investasi ala berkebun emas
merupakan pola investasi yang benar. Dengan kata lain apakah pola investasi ala
berkebun emas sesuai dengan hakikat investasi yang sesungguhnya. Landasan benar
atau yang penulis gunakan dalam tulisan ini adalah syari’ah islam hakikat dasar
investasi dalam ilmu ekonomi. Sehingga, penulis memberi judul tulisan ini
dengan “TELAAH KRITIS POLA INVESTASI ALA BERKEBUN EMAS”.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah adalah sesuatu yang
sangat penting dalam sebuah penulisan.Bahkan sebagian ahli penelitian
mengatakan bahwa merumuskan masalah dengan benar sesungguhnya telah menyelesaikan
setengah dari kegiatan penulisan.Rumusan masalah dapat diartikan sebagai
pertanyaan yang hendak dijawab dalam suatu penulisan[9].Dengan
demikian, keseluruhan dari tulisan ini sesungguhnya ditujukan untuk menjawab
pertanyaan berikut ini: Apakah pola investasi ala berkebun emas sesuai dengan
pola investasi menurut syari’at islam?
C.
Tujuan
Penulisan
Tulisan yang baik adalah tulisan
yang terfokus pada suatu tujuan yang
jelas. Dengan demikian, perlu dirumuskan tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan
ini. Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dapat dirumuskan bahwa
tujuan penulisan ini adalah:
1. Mengetahui
kesesuaian pola investasi ala berkebun emas dengan pola investasi menurut
syari’at islam.
2. Hasil
analisis akan menggambarkan dampak selanjutnya yang akan ditimbulkan bagi
perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum.
D.
Metode
Penulisan
Metode penulisan merupakan
langkah-langkah yang ditempuh penulis dalam kegiatan penulisan ini. Dengan kata
lain, langkah-langkah apa yang diambil penulis untuk menjawab permasalahan yang
disajikan dalam penulisan ini.
1. Desain
Tulisan
Desain tulisan yang penulis gunakan
adalah desain tulisan konklusif-deskriptif. Design ini cocok digunakan untuk analisis
yang tekait dengan kecocokan objek dengan alat analisis.
2. Objek
Tulisan
Pembahasan dalam tulisan ini tidak
didasarkan pada studi lapangan.Tetapi membahas suatu konsep atau pola
investasi.Sehingga objek tulisan ini adalah Pola investasi ala berkebun emas.
3. Metode
Analisis
Analisis dilakukan dengan menguji
keseuaian antara konsep berkebun emas dengan konsep investasi dalam islam dan
teori ekonomi konvensional. Untuk menguji, tentunya diperlukan
variable-variabel yang akan dianalisis kesesuaiannya. Dalam tulisan ini, variable
yang dijadikan sebagai indicator kesesuaian adalah:
a. Hakikat
atau Esensi Investasi
b. Rukun
Investasi, dan
c. Syarat
Investasi
Tiga
indicator inilah yang akan diuji dalam analisis tulisan ini.
Bagaimana kegiatan analisis dilakukan?
Caranya sederhana, cukup dengan membandingkan konsep investasi ala berkebun
emas, investasi menurut islam, dan teori investasi dilihat dari sudut pandang
rukun, syarat dan esensinya. Selanjutnya
akan ditemukan kecocokan dan perbedaannya. Kalau ternyata semuanya cocok,
dapatlah dikatakan bahwa konsep investasi ala berkebun emas adalah konsep
investasi yang benar.Tetapi kalau ada satu saja ketidakcocokan, maka
kesimpulannya adalah sebaliknya, yakni konsep investasi ala berkebun emas
adalah konsep investasi yang salah.
BAGIAN II
LANDASAN TEORI
A.
Defenisi
Investasi dalam Islam
Definisi menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Investasi diartikan sebagai penanaman uang atau di suatu perusahaan
atau proyek untuk tujuan memproleh keuntungan.Pada dasarnya investasi adalah
membeli suatu aset yang diharapkan di masa datang dapat dijual kembali dengan
nilai yang lebih tinggi. Investasi juga dapat dikatakan sebagai suatu penundaan
konsumsi saat ini untuk konsumsi masa depan. Harapan pada keuntungan di masa
datang merupakan kompensasi atas waktu dan risiko yang terkait dengan suatu
investasi yang dilakukan.
Dalam perspektif islam, menurut Alexander
dan Sharpe mengemukakan bahwa investasi adalah pengorbanan nilai tertentu yang
berlaku saat ini untuk mendapatkan nialai untuk masa yang akan datang, yang
belum dapat di pastikan besarnya (Alexander and Sharpei, 1997). Sementara itu
menurut Yogianto adalah penundaan
konsumsi saat ini untuk di gunakan dalam produksi yang efisien dalam periode
tertentu (Yogianto, 1998, hal. 5). Menurut Tanderlin mendefinisikan imvestasi sebagai komitmen
atas sejumlah dana atau sumber daya lain yang di lakukan pada saat ini dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan dating (Tanderlin, 2002,
hal. 4).
Walaupun sesungguhnya esensi dari
investasi adalah kegiatan produksi atau suatu kegiatan yang memberi nilai
tambah terhadap suatu alat pemuas kebutuhan.Tetapi, berdasarkan berbagai
defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan investasi sesungguhnya
adalah kegiatan menanamkan modal pada suatu kegiatan usaha ekonomis tertentu.
Orang yang menanamkan modal (pelaku investasi/ investor) dapat saja terlibat
dalam kegiatan investasi dengan cara dikelola sendiri atau kerjasama dengan
pihak lain. Selain itu, pelaku investasi bisa juga melakukan kegiatan investasi
tanpa terlibat sama sekali dalam kegiatan usaha yang menjadi sasaran investasi
tadi.
Tetapi dewasa ini, makna konotasi dari
kegiatan investasi adalah suatu kegiatan penanaman modal dimana investor bekerja sama dengan orang
lain (counterparte) dalam mengelola usaha yang bersangkutan atau tanpa
keterlibatan investor sama sekali.Seseorang yang menanamkan modalnya untuk
suatu usaha yang dikelola sendiri biasanya tidaklah dikategorikan dalam
kegiatan investasi, tetapi masuk dalam skala usaha mikro, kecil dan menengah
dalam bentuk usaha rakyat atau usaha kerajinan rakyat.
Dengan demikian, kegiatan investasi
dalam islam sesungguhnya adalah adalah suatu kegiatan perserikatan usaha antara
dua pihak atau lebih. Kegiatan perserikatan ini biasanya dikenal dengan syirkah
(perseroan islam). Syarikah didefenisikan sebagai transaksi antara dua orang
atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan melakukan kerja yang bresifat
finansial dengan tujuan mencari keuntungan[10].
B.
Rukun
Investasi dalam Islam
Berhubung yang dimaksud dengan investasi
dalam islam adalah syirkah, maka yang dimaksud dengan rukun investasi dalam
tulisan ini adalah rukun syirkah itu sendiri. Syirkah dalam islam hukumnya
ja’iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi Saw berupa taqrîr (pengakuan)
beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada
saat itu telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi Saw membenarkannya.
Nabi Saw bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra: Allah ‘Azza wa Jalla
telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga
dari dua pihak yang ber-syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang
lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya (HR. Abu
Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni).
Sah atau tidaknya suatu transaksi dalam
islam akan sangat tergantung dengan dua hal. Pertama, rukunnya sempurna, dan
yang kedua syaratnya juga juga sempurna.Demikian juga tentunya dengan kegiatan
syirkah.Setidaknya , ada tiga rukun syirkah yang pokok yaitu (Al-Jaziri, 1996):
a.
Ada akad (ijab-kabul), rukun ini disebut
juga dengan shighat
b.
Ada dua pihak yang berakad (‘aqidani),
syaratnya harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan tasharruf (pengelolaan
harta)
c.
Ada objek akad (mahal), objek akad ini disebut
juga ma’qud ‘alayhi, yang mencakup pekerjaan (amal) dan/atau modal (maal).
C.
Syarat
Investasi Dalam Islam
Factor kedua yang menentukan sah
atau tidaknya syirkah adalahterpenuhinya
syarat-syaratnya. Secara umum, syarat sah akad ada 2 yaitu (Al-Jaziri, 1996):
a. Syarat
pada ‘aqidain adalah sebagaimana syarat pelaku aqad secara umum
b. Syarat
pada shigat juga sebagaimana berlaku pada aqad secara umum
c. Syarat
pada objek aqad yakni Objek akadnya berupa tasharruf, dan objek akadnya dapat
diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi hak bersama di antara
para syarîk (mitra usaha).
D.
Dimensi
Investasi
Dewasa ini kegiatan investasi biasanya
dilakukan dengan dua kemungkinan cara yang paling umum digunakan. Pertama,
penanaman modal langsung. Tipe ini adalah jenis investasi yang langsung masuk
ke sector riil, dimana dana yang diinvestasikan langsung dipakai untuk kegiatan
produksi atau kegiatan yang berkaitan dengan nilai tambah alat pemuas kebutuhan
(barang dan jasa) di pasar barang[11].
Kedua, investasi portofolio, yakni jenis
investasi dalam bentuk berbagai macam surat berharga di pasar uang dan di pasar
uang (pasar keuangan). Surat berharga tadi biasanya diperjualbelikan dengan dua
kemungkinan.Kemungkinan pertama dapat dilakukan langsung secara online antar konter.Tipe ini biasanya
disebut dengan transaksi over the counter
(OTW).Kemungkinan yang kedua biasanya langsung diperjual belikan di lantai
bursa pasar modal (stock exchange).
Lantas bagaimana investasi dilakukan dalam islam?
Ada 5 kemungkinan tipe investasi yang
dapat dilaksanakan dala islam yakni[12]:
a. Syirkah
Inan
Syirkah
inan adalah syarikah diantara dua orang atau lebih dimana masing-masing pihak
berinvestasi dan secara bersama-sama mengelola modal yang terkumpul dengan
kesepakatan bahwa keuntungan da risiko kerugian akan ditanggung bersama.
b. Syirkah
Abdan
Syarikah
abdan adalah syarikah antara dua orang atau lebih dengan masing-masing pihak
hanya memperserokan badan mereka tanpa disertai investasi modal.
c. Syirkah
Mudharabah
Syarikah
mudhrabah adalah syarikah yang terbentuk antara dua pihak dimana pihak pertama
menyediakan keseluruhan modal (shahib al-maal), dan pihak lainnya menjadi
pengelola.
d. Syirkah
Wujuh
Syarikah
wujuh adalah syarikah antara dua pihak atau lebih untuk mengelola suatu usaha
dimana modalnya berasal dari pihak luar.dan
e.
Syirkah Mufawadah
Syarikah mufawadhahadalah
syarikah antara dua orang atau lebih
yang merupakan gabungan dari semua jenis syirkah diatas.
E.
Kerangka
Investasi Dalam Islam
Investasi dalam islam merupakan suatu
bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih dalam suatu aktifitas pengelolaan
harta yang bersifat produktif. Dengan demikian, sesungguhnya esensi investasi
dalam islam haruslah ada yang disebut dengan pengelolaan harta. Dengan kata lain,
tidaklah dikatakan investasi apabila tidak ada kegiatan ekonomi real sebagai under transaction dari transaksi
(kerjasama) investasi.
Instrument-instrument investasi yang
paling mutakhir dewasa ini baik langsung maupun portofolio, akan dikatakan
investasi jikalau memang ada under
transaction-nya. Jika memang tidak ada, maka kemungkinannya akan menjadi
kegiatan spekulasi (gharar), judi (maisyir), atau rente (riba).
BAGIAN III
DESKRIPSI OBJEK TULISAN (INVESTASI
ALA BERKEBUN EMAS)
Bagaimanakah
deskripsi objek tulisan ini?Yakni konsep investasi ala berkebun emas. Berikut
akan dipaparkan konsepnya, dimana konsep ini sepenuhnya diambil dari situs http://www.berkebunemas.net
.
A. Mekanisme investasi Ala Berkebun
Emas
Kesempatan untuk investasi ala berkebun
emas sesungguhnya berawal dari kebijakan pemerintah pada tahun 2008 yang
memberikan izin kepada bank syari’ah untuk dapat memberikan pembiayaan dalam
bentuk gadai yakni gadai emas. Sejak saat itu, mulai satu persatu bank syari’ah
membuka layanan pembiayaan dalam bentuk gadai Seperti Bank Syari’ah Mandiri,
bank BRI Syari’ah, Bank BNI Syari’ah, Bank Bukopin Syari’ah dan beberapa bank
syari’ah maupun unit usaha syari’ah lainnya.
Tujuan utama dari produk gadai emas ini
sesungguhnya adalah sebagai sarana pembiayaan jangka pendek, baik untuk tujuan
modal kerja (moker) atau untuk tujuan konsumtif seperti waktu lebaran, tahun
baru dan tahun baru. Pada prakteknya, produk ini ternyata disambut baik oleh
masyarakat dan laris manis di pasaran. Sehingga pada saat ini bank syari’ah
yang belum memiliki produk gadai syari’ah berlomba-lomba untuk membuka layanan
ini.
Walaupun tujuan utama dari layanan
produk ini adalah sebagai layanan pembiayaan konsumtif dan moker yang bersifat
jangka pendek. Ternyata ada orang yang dapat melihat adanya peluang yang lain
di dalamnya. Peluang inilah yang pada akhirnya disebut dengan investasi ala
berkebun emas. Hanya konsep inilah yang akan dianalisis dan dibahas dalam
tulisan ini. Sedangkan pembahasan tentang telaah syari’ah tentang gadai emas di
bank syari’ah, tidak akan disentuh karena memang menjadi bahasan tersendiri
yang berbeda.Lantas, bagaimanakah mekanisme kerja konsep investasi ala berkebun
emas yang penulis maksud?
Mari kita menggunakan asumsi nilai emas
dan gramnya agar lebih mudah pemahamannya. Contoh asumsinya sebagai berikut:
Melakukan investasi emas secara rutin sebesar 25 gram, harga asumsi emas 25
gram = Rp.9.000.000,-. Pada saat ini Anda punya tambahan uang Rp.3.750.000,-. Nilai
gadai sebesar 80% dari harga taksir emas.Harga Taksir Bank Rp.300.000,- pergram.
Biaya penitipan emas Rp. 2500/gram/bulan. Perlu diketahui, taksiran nilai
taksir dan kondisi sebenarnya di bank mungkin berbeda-beda, tapi yang terbaik
Anda memilih bank yang memberikannilai gadai tinggi, biaya rendah dan waktu singkat
Mari kita mulai saja perhitungannya: Misalkan
Anda beli emas batangan Antam 25 gram, lalu Anda gadaikan dan Anda akan
mendapatkan dana segar sebesar Rp.6.000.000,-. Perhitungannya sebagai berikut: Rp.300.000
x 80% = Rp.240.000 x 25gram = Rp.6.000.000. Anda setor biaya penitipan emas 1
tahun sebesar Rp.2500×25×12 bulan = Rp.750.000,-.
Lakukan Investasi
emasAnda
dengan cara: Beli emas 25 gram lalu gadaikan emasnya, dapat dana segar Rp.6jt,
lalu tambah Rp.3 jt dana dari uang Anda = Rp.9jt lalu beli emas lagi
dengan biaya titip Rp.750.000 setahun.Setiap Anda memiliki dana tambahan
Rp.3.75 jt lalu ulangi langkah diatas lagi, begitu seterusnya sesuai kebutuhan.
Kalau sudah lima kali maka posisi akan menjadi seperti ini:
1. Beli
Emas 25 gram = Rp.6jt, tambah Rp.3 jt
dana segar jadi total = Rp. 9jt,-, Beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip
2. Beli
Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt ->
beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip
3. Beli
Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt ->
beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip
4. Beli
Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt ->
beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip
5. Beli
Emas 25 gram (Emas disimpan)
Anda Perhatikan perhitungan diatas bahwa
biaya pembelian emas kedua dan seterusnya, 2/3 modal beli emas adalah dari uang
bank. Dan setelah waktu berlalu, misalkan harga emas naik sebesar 30 persen,
jadi emas batangan 25 gram yang Anda miliki sekarang nilainya Rp.12 Jt.
Dan ini saatnya Anda panen.
Langkah memanennya cukup dibalik saja
yaitu: Jualah emas nomor 5, maka anda mendapatkan dana segar 12 jt, dana segar
ini kita pakai untuk menebus 2 emas lainnya. Ulangi sampai semua emas ditebus,
dan jual semuanya. Maka posisinya sebagai berikut: Hasil penjualan emas 5 buah
x Rp.12 jt = Rp.60 jt Tebus gadai 4 x Rp.6 jt = Rp. 24
jt sisa = 36 jt ——> sub total 1
1. Berapa
modal anda?
2. Beli
emas pertama = Rp.9 jt
3. Beli
emas ke 2 sampai ke 5 = Rp.3jt x 4 = Rp.12 jt
4. Biaya
titip Rp.750rb x 4 buah emas = Rp.3 jt .
5. Total
modal = Rp.24 jt
6. Sub
total 2Keuntungan Panen
Emas
Anda adalah: sub total 1 – sub total 2 = Rp.36 jt – Rp.24 jt = 12 jt
Berikut ini Perbandingan keuntungan
metode investasi emas biasa vs metode cerdas kebun emas dengan modal awal Rp.24
jt:Modal Rp. 24jt,- belikan emas sewaktu harga batangan 25 gram = 9jt, maka per
gram berarti 360rb. Rp.24 jt : 360 rb dapat emas 66.66 gram. Ketika harga naik
30% kita jual menjadi Rp 468 ribu/gram: 66.66 x 468 ribu = Rp.31.196.880
dikurangi modal 24 jt = untung Rp.7.196.880.
Bandingkan dengan sistem cerdas
investasi emas, kuntungan hampir 2 kali lipat dibandingkan dengan investasi
emas cara biasa. Kalau harga naik 30% kurang dari satu tahun maka keuntungan
lebih banyak lagi karena biaya jasa titip menjadi lebih rendah.
B.
Rumusan Objek
Dari
penjelasan diatas dapat diambil suatu rumusan tentang investasi ala berkebun
emas sebagai berikut:
1. Investasi
ala berkebun emas adalah sebuah metode investasi dengan cara menggadaikan emas
di bank secara bertahap dengan harapan suatu saat harga emas akan naik.
2. Pelaku
investasi dalam kegiatan investasi ala berkebun emas sesungguhnya hanyalah satu
orang, yakni orang yang menggadaikan emasnya di bank (rahin).
3. Objek
investasi dalam tipe investasi ini adalah emas yang digadaikan di bank, dengan
harapan harga emas akan naik di kemudian hari. Ekspektasi ini menarik karena
tren harga emas terhadap mata uang kertas selalu naik dari tahun-ke tahun (lihat
vibiznews.com).
4. Shigat dalam
investasi ala berkebun emas adalah ijab dan qabul dalam rangka gadai, atau qard dalam rangka rahn (lihat syari’ahmandiri.com)
BAGIAN IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A.
Analisis
Kegiatan
analisis pada bagian ini dilakukan dengan menyajikan indicator yang akan diuji
terlebih dahulu. Indikaor yang disajikan selanjutnya nanti akan diuji dalam
sebuah table (matriks), yang selanjutnya ditarik berbagai kesimpulan dari table
tersebut. Untuk lebih memudahkan pemahaman, kegiatan analisis akan dilengkapi
dengan pembahasan sebagai sebuah verbalisasi dari kegiatan analisis dalam
pembahasan kualitatif secara deskriptif.
1.
Indicator
Sebelum analisis dilakukan, perlu
ditetapkan indicator yang akan diuji nantinya. Pengujian yang penulis maksud di
sini adalah mencocokkan unsur-unsur yang seharusnya dengan unsur yang ada pada
kenyataannya baik dari segi eksistensi maupun sifat-sifatnya.Setelah itu,
barulah dapat ditentukan konsep investasi ala berkebun emas merupakan alat
investasi yang benar atau tidak. Indicator yang digunakan dalam penulisan ini
terdiri dari:
a. Hakikat
Investasi
Hakikat investasi yang
penulis maksud dalam tulisan ini adalah kegiatan investasi sesungguhnya adalah
suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengembangkan harta
(kepemilikan) dengan pengorbanan harta
tertentu di suatu masa tertentu, dengan harapan akan memperoleh hasil di masa
yang akan datang.
b. Rukun
Investasi
Rukun investasi yang
dimaksud di sini adalah factor-faktor apa saja yang harus ada dalam perjanjian
investasi yang bersangkutan. Factor-faktor yang dimaksud adalah pelaku
investasi, objek investasi dan shigat.
c. Syarat
Investasi
Syarat investasi yang
dimaksud dalam pembahasan ini adalah syarat yang melekat pada rukun
investasi.Pertama, syarat yang melekat pada pelaku investasi yakitu dewasa dan
sehat akal.Kedua, syarat yang melekat pada objek investasi yakni harus halal
dan toyyib. Ketiga, syarat yang melekat pada shigat (ijab-qabul) yakni suka-sama suka
2.
Pengujian
Investasi ala Berkebun Emas
Tabel
4.1 Pengujian Fakta
Indicator
|
Seharusnya
|
Kenyataannya
|
Hakikat
Investasi
|
Berkorban
kepemilikan sekarang untuk hasil di masa mendatang dalam kegiatan ekonomi
yang produktif
|
Berkorban
materi sekarang untuk hasil di masa mendatang tanpa kegiatan produktif, hanya
berdasarkan ekspektasi akan kenaikan harga emas
|
Rukun dan Syarat Investasi
|
||
Pelaku
Investasi
|
1.
Minimal 2 orang yang beraqad
2.
Cakap hokum
3.
Saling ridha antara kedua belah pihak
|
1.
Hanya satu orang pelaku investasi
2.
Cakap hokum
3.
Hanya ridha, bukan saling ridha
|
Objek
Investasi
|
1.
Usaha Real
|
1.
Ekspektasi
|
Adanya
Shigat
|
1.
Antara Ijab dan qabul harus sesuai
|
1.
Tidak ada ijab dan qabul
|
B.
Pembahasan
Dilihat dari sudut pandang hakikat
investasi, yakni adanya pengorbanan harta tertentu di masa sekarang (masa
tertentu) untuk memperoleh hasil di masa yang akan datang pada usaha ril yang
memberikan nilai tambah (added value) pada suatu barang. Dengan
demikian, dilihat dari sudut pandang ini, kegiatan investasi ala berkebun emas
sesungguhnya bukanlah termasuk kegiatan investasi. Lantas kegiatan apa? Sebelum
membahas itu, akan dibahas terlebih dahulu pendekatan yang lainny.
Dilihat dari sudut pandang rukun
investasi (rukun aqad), kegiatan investasi bermasalah pada factor pelaku
investasi. Seharusnya minimal ada dua pelaku investasi yang beraqad, pada
kenyataannya hanya ada satu orang yang memanfaatkan aqad yang lain (aqad rahn,
jual beli, dan qard) untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang
(berekspektasi. Factor yang kedua juga tidak terlepas dari masalah, dimana
tidak ada objek investasi yang berupa suatu kegiatan pengelolaan harta secara
produktif.Terakhir, rukun yang ketiga tentuny tidak terpenuhi, karena shigat hanya dapat dilakukan kalau
memang pelaku aqa minimal dua orang.
Jika kegiatan investasi ala berkebun
emas ini sesungguhnya bukanlah kegiatan investasi? Karena memang tidak memenuhi
rukun dan syarat investasi, lantas apa?
Dilihat dari sisi motivasi si pelaku, yakni motivasi yang didasarkan
pada ekspektasi (harapan) akan keuntungan dimasa yang akan datang jika terjadi
kenaikan harga emas. Maka sejatinya kegiatan ini adalah kegiatan spekulasi.
Ekonomi islam adalah ekonomi yang melarang adanya kegiatan spekulasi (grarar) dalam perekonomian. Dengan
demikian, investasi ala berkebun emas adalah kegiatan investasi yang tidak
diperbolehkan dalam system ekonomi islam[13].
BAGIAN V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan keseluruhan pembahasan,
mulai dari pendahuluan, kajian pustaka, deskripsi objek pembahasan, dan
analisis serta pembahasan, maka dapatlah diambil kesimpulan umum bahwa metode
investasi ala berkebun emas adalah model investasi yang tidak sah dalam ekonomi
islam. Dengan kata lain, pola investasi sesungguhnya bukanlah investasi,
melainkan suatu kegiatan spekulasi subjek yang ingin mendapatkan keuntungan
tanpa harus bekerja keras. Tetapi hanya dengan mengadu nasib berdasarkan
ekspektasi harga emas terhadap mata uang (currency)
tertentu.
Kalau kegiatan investasi ini meluas dan
menjadi suatu tren dalam perekonomian, sudah barang tentu akan menyebabkan
ketidakseimbangan makro antara pasar uang dan pasar barang. Kondisi inbalance dalam ekonomi makro sangatlah
berbahaya bagi perekonomian suatu Negara, sebab kemungkinan besar sangatlah
berpotensi menyebabkan krisis perekonomian, yang akan meningkatkan jumlah
pengangguran, meningkatkan kemiskinan, dan cita-cita kesejahteraan umum akan
semakin jauh dari harapan.
B. Saran
1. Investor
hendaknya tidak menggunakan pola investasi ala berkebun emas dalam memilih
instrument investasinya.
2. Para
akademisi yang hendak meneliti dapat meneliti masalah kedua yang disebutkan
dalam latar belakang.
3. Penulis menyadari bahwa analisis ini masih
menggunakan indicator yang terbatas. Para akademisi juga dapat menguji kembali
penulisan yang sejenis dengan analisis ini, dengan menggunakan variable yang
lebih sempurna/ lengkap.
[1]Mahasiswa
STEI Hamfara Yogyakarta.
[2]Deliarnov,
1996, Sejarah Pemikiran Ilmu Ekonomi, Yoryakarta.
[3]Deliarnov,
Ibid.
[4]Boediono,
1994.Seri Sinopsis Pengantar Ilmu
Ekonomi: Ekonomi Mikro, Yogyakarta: BPFE.
[5]
Samuelson dan Nordaus, 2006, Economic:
International Edition, 18th edition, New York: Mc. Graw Hill.
[6]
Boediono, 1994, Seri Sinopsis Pengantar
Ilmu Ekonomi: Ekonomi Makro, Yogyakarta: BPFE.
[7]Dalam tulisan ini tidak akan
dijabarkan lagi tentang variable penentu investasi, dengan alasan efisiensi
tulisan. Sedangkan untuk pola investasi yang benar. Selanjutnya akan dijabarkan
dalam landasan teori. Pembahasannya akan didasarkan pada hakikat investasi
dalam islam.
[9]
Ahmad Kurnia, 2009. www.belajarmenulis.blogspot.com
[10]Ismail
Yusanto dan Arif Yunus, 2009.Pengantar
Ekonomi Islam. Bogor: Al-Azhar Press.
[11]
Muhammad Nafik HR, 2009. Bursa Efek dan
Investasi Syari’ah. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
[12]Ismail
Yusanto dan Arif Yunus, Op. Cit. Halaman
9.
[13]Lihat,
kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syari’ah (KDPPLKS),
IAI.
Comments
Post a Comment